Budaya batik

Diposting oleh Oktavianti Liwoso , Rabu, 31 Maret 2010 00.50

Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama.


Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.

Read More......

Sejarah teknik batik

Diposting oleh Oktavianti Liwoso 00.49




Tekstil batik dari Niya (Cekungan Tarim), Tiongkok

Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola.



Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.[2]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an

Read More......

Batik

Diposting oleh Oktavianti Liwoso 00.44



Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik".
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain.

Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.

Read More......

Sandal Batik Magetan Tembus Mancanegara

Diposting oleh Oktavianti Liwoso 00.36


Meski perdagangan bebas Asean-Cina (AFTA) telah diberlakukan, ternyata industri rumah mampu bertahan. Hal itu dibuktikan Yuli Hedrianto, perajin sandal batik di Desa Mbaleasri, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Bahkan, sandal batik buatannya mampu mampu menembus pasar mancanegara.


Sekilas sandal batik buatan Hedrianto terkesan mahal. Karena bentuknya sangat indah. Ternyata, sepasang sandal itu dijual dengan harga Rp 3.000 hingga Rp 10.000. Soal harga, ia memotoknya berdasarkan tingkat kesulitan dalam memproduksi. Uniknya lagi, bahan baku sandal batik itu pun dari bahan bekas, seperti kain perca. Saat ditemui SCTV, Senin (01/3), Yuli Hedrianto mengaku, ia dibantu enam karyawan untuk memproduksi seluruh pesanan. Dalam sehari, ia mampu membuat sekitar dua ratus pasang sandal batik. "Selain Solo, Yogyakarta, Jakarta, dan Sumatera, sandal batik ini telah menembus Malaysia, Singapura, dan Thailand," kata Yuli bangga. "Dalam satu bulan, saya bisa meraup omzet hingga 20 juta rupiah."

Read More......

Batik, Kecemerlangan Lokal Indonesia

Diposting oleh Oktavianti Liwoso 00.05



Kontributor Wikimu, Retty N Hakim, baru-baru ini memuat wartanya yang berjudul Batik Indonesia, Kebudayaan Asli Yang Kurang Terjaga. Dalam tulisannya yang dimuat di kanal Gaya Hidup pada situs web Wikimu, Retty mengungkapkan penelitian kepustakaannya mengenai batik yang merupakan salah satu produk budaya asli Indonesia. Memang, saat menjadi mahasiswa jurusan Arkeologi di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia, penulis telah mengetahui bahwa batik adalah satu local genius bangsa Indonesia. Bila diartikan, local genius mungkin dapat diterangkan sebagai suatu kecemerlangan lokal atau hasil olah pikir asli dari suatu bangsa yang diwujudkan dalam bentuk suatu produk. Kalau tidak salah, almarhum Prof. Ayatrohaedi, salah satu arkeologi kenamaan Indonesia, juga pernah menulis buku tentang ini, yang oleh diterbitkan sekitar 1980-an. Dalam beberapa features karya penulis di Suara Pembaruan, penulis juga telah menyinggung berulang kali mengenai hal itu. Begitu pula mengenai upaya Malaysia yang kini justru lebih dikenal batiknya di mancanegara. Seperti ditulis Retty Hakim, “Bahkan seorang Malaysia menyanjung kepedulian pemerintahnya pada perkembangan batik Malaysia, dengan mengutip harian Jakarta Post yang membahas mengenai perbandingan perkembangan batik Indonesia dengan Malaysia yang sebenarnya menggunakan pekerja dari Indonesia.” Retty menambahkan pula mengenai gencarnya Malaysia memperkenalkan batik sebagai salah satu produk budaya negaranya. Bahkan menurut Retty, “Kurangnya perhatian pemerintah pada perkembangan batik memang tersorot pada tahun 2005, karena ternyata Malaysia terlebih dahulu mematenkan batik seperti yang tertulis di harian Republika.” Penulis teringat dengan sebuah features yang pernah penulis buat dan dimuat di Suara Pembaruan edisi Minggu, sekitar setahun lalu. Tulisan itu berjudul Ketika Batik Malaysia Masuk ke Indonesia. Inilah sebagian besar isinya: “Malaysia memang salah satu negara yang serius mengembangkan berbagai hal. Contohnya dalam dunia mode, khususnya busana-busana dari bahan batik. Walaupun banyak kalangan pencinta mode yang tahu bahwa batik berasal dari Indonesia, dan bahkan telah menjadi salah satu hasil local genius (kecemerlangan lokal) penduduk Indonesia di masa lalu, tak membuat Malaysia kecil hati. Tahun 2004 lalu, pemerintah Kerajaan Malaysia bahkan telah mencanangkan kampanye Malaysia Batik – Crafted for the World. Lewat kampanye itu, semua pengusaha batik di Malaysia diajak untuk semakin meningkatkan kreasi mereka. Pengusaha-pengusaha batik digerakkan untuk membuat batik-batik yang disesuaikan dengan tren mode yang sedang disukai masyarakat luas. Pihak pemerintah Malaysia juga berupaya terus-menerus menghidupkan minat masyarakat luas agar lebih menyukai batik, di antaranya lewat berbagai kegiatan kompetisi yang terbuka bagi kalangan anak muda untuk berkreasi dengan batik. Pengenalan mengenai seni batik, termasuk teknik pembuatan batik, juga diajarkan di sekolah-sekolah. Bukan hanya itu. Pemerintah di sana juga melancarkan promosi batik Malaysia di hampir setiap acara besar, termasuk promosi batik negara itu hingga dikenal di pusat-pusat mode dunia, seperti di London, Milan, dan Paris. Tak heran bila kini batik Malaysia mulai diminati para fashionista dari seluruh dunia. Padahal, dari catatan yang ada, batik baru mulai populer di Malaysia pada tahun 1970-an. Saat itu, batik baru dipakai dan disukai oleh kalangan high society dan penggemar mode yang menjadikan batik sebagai salah satu bagian mode kelas atas negara itu. Batik-batik yang ada di Malaysia, tentu saja saat itu didatangkan dari Indonesia. Baik batik-batik tulis yang dibuat secara tradisional di sejumlah sentra batik seperti di Pekalongan, Cirebon, dan Yogyakarta, maupun batik-batik tulis karya sejumlah perancang batik Indonesia, seperti Iwan Tirta. Salah satu yang mencintai batik Indonesia itu adalah seorang wanita Malaysia bernama Noor Fatimah Ishak. Begitu cintanya pada batik, sampai-sampai dia pernah dinobatkan sebagai Miss Pesta Batik 1979 di Kuala Lumpur. Ketertarikan Noor pada batik, membuat dirinya kemudian mulai mengoleksi batik-batik karya Iwan Tirta yang menurutnya sangat eksklusif dan elegan. Noor juga mengoleksi batik-batik tulis bernilai tinggi dari Pekalongan dan sejumlah daerah lainnya di Indonesia. Koleksinya termasuk beberapa kain batik tulis yang telah berusia ratusan tahun dan bernilai sangat tinggi. Belakangan Noor juga mengoleksi batik karya perancang Adriyanto dan Tuty Cholid, dua perancang busana Indonesia yang sering menggunakan batik sebagai bahan rancangan busana mereka. Tahun 1986, Noor mulai tertantang untuk berkreasi membuat batik sendiri. Ia mereka-reka batik sesuai dengan visi dan imajinasinya. Dia mencoba menggunakan berbagai warna dan corak, dan menempatkannya sebagai bagian dari pakaian nasional Malaysia. Karyanya pertama kali diperkenalkan pada teman-temannya. Mereka tertarik dan mulai membelinya. Belakangan sejumlah pejabat pemerintah Malaysia juga tertarik dengan karya-karya Noor, dan akhirnya rancangan batik Noor lewat merek Deanoor menjadi perhatian masyarakat luas di Malaysia. Dia juga mendapat sambutan yang baik ketika memperkenalkan batiknya di Brunei Darussalam dan Australia. Kini, Noor mencoba memperkenalkan karyanya di “tanah kelahiran” batik, tepatnya lewat peragaan busana di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat, akhir Juli lalu. Peragaan busana tersebut merupakan bagian dari pameran dan promosi Tahun Melawat Malaysia 2007, yang dikemas dalam acara Amazing Malaysia Exhibition 2006. Para pengunjung yang menyaksikan peragaan busana itu dapat melihat beragam kreasi Noor Fatimah Ishak. Berbeda dengan batik-batik tradisional Indonesia, batik Malaysia yang dikerjakan oleh Noor tampak lebih kontemporer. Motifnya pun lebih bebas, bahkan dia memasukkan motif-motif Eropa abad pertengahan ke kain batik yang dikerjakannya. Warna-warnanya juga lebih bervariasi, sehingga menghasilkan batik yang terkesan modern, dinamis, dan bersemangat.” Begitulah, di era perdagangan bebas saat ini, memang kita tak bisa mencegah masuknya batik Malaysia ke Indonesia. Persoalannya, apakah batik Indonesia juga mampu masuk ke Malaysia dan negara-negara lain dengan “mulus” dan menjadi pilihan utama dan nomor satu para pencinta batik mancanegara? Ini pekerjaan buat kita semua. Pemerintah, perajin batik, dan masyarakat Indonesia, untuk terus-menerus mempromosikan batik Indonesia. Foto: Gaun berbahan batik karya salah satu desainer terkemuka Indonesia, Musa Widyatmodjo. Foto ini merupakan dokumentasi Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI).

Read More......

Batik indonesia vs Batik china

Diposting oleh Oktavianti Liwoso 00.00

jika Anda disuruh memilih untuk membeli baju batik, kira-kira Batik seperti apa yang akan Anda pilih? Batik Indonesia ataukah Batik Cina dengan harga lebih murah? Tampaknya memang tidak mudah, jika kita sekedar menggembar-gemborkan Slogan: Cintai Produk Dalam Negeri, tapi tanpa ada kebijakan-kebijakan yang bisa menlindungi. Dengan kebijakan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) ternyata tidak hanya sekedar gertakan sambal belaka, karena efek kebijakan yang mau tidak mau diterima negara-negara ASEAN ini terbukti membuat sebagian pengrajin Batik di beberapa daerah mengalami keresahan.


Di Pekalongan misalnya, pada Pemantauan Media Indonesia di Pekalongan akhir bulan Januari 2010 lalu, para perajin dan pedagang produk tekstil Pekalongan, seperti batik (bahan baju batik/ kain batik), sarung palekat, jins, resah akibat menurunnya secara dratis pendapatan mereka. Ini terjadi tidak hanya dipicu masuknya produk tekstil dari luar, seperti Cina, India, Pakistan, tetapi juga akibat dari cuaca yang memburuk yaitu hujan. Di pasar grosir produk tekstil, seperti Sentono, Gramer, Wiradesa, dan Banjarsari, juga terlihat lengang sejak sepekan ini. Akibatnya, omzet penjualan juga menurun dratis hingga mencapai 200 persen dari kondisi normal. Demikian pula di sentra perajin batik dan sarung pelekat, seperti Kauman, Medono, Bendan, Pesindon, Kedungwuni, Pekajangan, juga tak terlihat lagi ratusan lembar kain batik yang biasanya dijemur di halaman rumah atau tanah lapang. "Omzet kami merosot dratis. Jika sebelumnya pada kondisi normal mampu menjual hingga 120 kodi, sekarang ini paling 30 kodi," kata Fatimah, 35, seorang pedagang produk tekstil di pasar Grosir Sentono, Kota Pekalongan.

Sementara di Jogjakarta, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) DIY Jadin Jamaludin menyebutkan, "Sekitar 90 persen industri yang ada di Yogyakarta adalah UKM, dan sektor tersebut sangat rentan terhadap persaingan bebas apabila tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Apalagi sekarang ini, nilai ekspor DIY juga turun sekitar 20 persen". Menurut dia, industri yang sudah mapan seperti industri besar memang tidak akan mengalami tekanan kuat akibat kebijakan ACFTA yang mulai diberlakukan awal tahun, tetapi tekanan akan lebih banyak dialami oleh industri kecil yang menyerap sekitar 900.000 pekerja tersebut. "Bisa-bisa, pelaku UKM yang tidak dapat bertahan justru akan berbalik untuk menjadi pedagang yang memasarkan barang-barang produksi China karena memang harganya lebih murah," katanya.
Ia mencontohkan, pangsa pasar yang dinikmati oleh industri dalam negeri khususnya tekstil adalah 22 persen, sedangkan sisanya adalah produk impor. "Jika pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa, pangsa pasar tersebut bisa-bisa semakin turun ditambah daya beli masyarakat yang saat ini kurang, bahkan bisa turun tajam," katanya. Keunikan dari produk Yogyakarta, menurut Jadin, tidak menjamin bahwa negara lain tidak akan menirunya karena saat ini China telah "membajak" desainer-desainer dari Indonesia untuk mendesain produk bernuansa Indonesia, misalnya batik. "Memang tidak sepenuhnya sama dengan batik buatan Yogyakarta misalnya, tetapi produk yang dihasilkan sudah sangat menyerupai batik dengan harga yang murah. Masyarakat menengah ke bawah tentu memilihnya," katanya

Read More......

Batik di Indonesia

Diposting oleh Oktavianti Liwoso , Selasa, 30 Maret 2010 23.47


Wilayah pembatikan di Indonesia dibagi menjadi dua wilayah yaitu Batik Pedalaman dan Batik Pesisiran. Wilayah pedalaman terdiri dari Yogya dan Solo sedangkan wilayah pesisiran terdiri dari Banten, Jakarta, Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Lasem, Madura, Sumatera dan daerah lain di luar Yogya dan Solo.

Motif batik pedalaman banyak dipengaruhi oleh budaya dari India, bersifat simbolik dan biasanya menggunakan warna sogan (coklat), biru, hitam, dan cream.

Motif batik pesisiran banyak dipengaruhi oleh budaya Cina, Eropa, Timur Tengah dan sedikit pengaruh India. Bersifat naturalis dan biasanya menggunakan warna yang cerah seperti merah, biru, kuning, hijau dan warna cerah lainnya.






Belajar Membatik di Museum Textil
Museum Textil memiliki pendopo batik yang terbuka untuk umum. Museum textil yang berlokasi di Jalan KS Tubun, Tanah Abang, merupakan bangunan kuno didirikan sekitar abad 19. Dilengkapi dengan kebun pewarna alami yang berguna bagi para peminat batik dengan mempergunakan pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Pendopo yang terbuat dari bangunan kayu dengan konsep natural lighting dan sirkulasi udara natural, dikelilingi oleh kebun yang rindah membuat suasana belajar membatik menjadi lebih santai. Ada beberapa tenaga pengajar yang dengan sabar membimbing peserta belajar batik. Metode yang diberikan juga cukup sederhana sehingga mudah dimengerti oleh setiap orang. Program ini dilakukan agar memberikan motivasi bagi masyarakat umum khususnya generasi muda Indonesia untuk berminat mempelajari budaya membatik yang telah menjadi kebanggaan bangsa sejak dahulu. Menurut pengurus pendopo Batik Ibu Ida, hampir mayoritas peserta kursus batik di museum textil adalah orang asing khususnya orang Jepang dan Korea. Ada beberapa peserta kursus batik dari Jepang setelah menyelesaikan masa kursus di museum textil mereka membuat inovasi berupa desain perpaduan antara motif tradisi Indonesia dan motif batik Jepang. Tidak sedikit yang membuka kelas batik di negeri Sakura. “Masyarakat Jepang sangat menyukai karya batik dan mereka sangat antusias dan sabar menekuni keterampilan ini” tutur Mari Ishimura yang pernah mempelajari teknik membuat batik selama dua tahun di Indonesia. Saat ini Mari membuka kursus batik di Osaka yang bernama “Pawon”, sebuah kosa kata bahasa Jawa yang artinya dapur. Jika bangsa lain begitu menghargai tradisi leluhur ini mengapa kita sebagai kaum muda Indonesia tidak tergerak untuk lebih menghargai batik sebagai warisan leluhur yang patut kita banggakan sebelum tradisi ini diklaim oleh bangsa lain

Read More......